Kalender Hijriyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
|
Sumber referensi dari artikel atau bagian ini belum dipastikan dan mungkin isinya tidak benar.
Tolong diperiksa, dan lakukan modifikasi serta tambahkan sumber yang benar pada bagian yang diperlukan. |
Kalender Hijriyah atau
Kalender Islam (
bahasa Arab: التقويم الهجري;
at-taqwim al-hijri), adalah
kalender yang digunakan oleh umat
Islam,
termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan
ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender
Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana
terjadi peristiwa
Hijrah-nya Nabi
Muhammad dari
Makkah ke
Madinah, yakni pada tahun
622
M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender
Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender
Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan
kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Sejarah
Penentuan dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah
berbeda dengan Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari
dan tanggal dimulai pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun
pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari dan tanggal dimulai ketika
terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata
silkus sinodik bulan kalender lunar (
qomariyah), memiliki 12
bulan
dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari
dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal
inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11
hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu
bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan
matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya
bulan baru (
new moon) di
titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari
(perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di
perige
(jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik
terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan
tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan
kedudukan ketiga benda langit tersebut (
Bulan,
Bumi dan
Matahari).
Penentuan awal bulan (
new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (
hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau
ijtimak).
Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari,
sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat
terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut
dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana
saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya
tergantung pada penampakan hilal.
Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin
Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke
Madinah. Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah
hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman
Allah Subhana Wata'ala:
“ |
Sesungguhnya bilangan
bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri
kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu
semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. |
” |
- At Taubah(9):36 -
Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah
menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka
tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita
mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah.Abu
Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur pada zaman Khalifah Umar r.a.
menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat
dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja,
sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat
senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi
Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair
bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah
mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad
Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan
Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin
Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari
Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali
r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada
masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender
hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku
pada masa itu di wilayah Arab.
Nama-nama bulan
Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:
Keterangan
- Tanda kurung merupakan tahun kabisat dalam kalender Hijriyah dengan
metode sisa yaitu 2-3-3 yang berjumlah 11 buah yaitu
2,5,8,10,13,16,18,21,24,26 dan 29.
Nama-nama hari
Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan
terbenamnya Matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari
pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:
- Al-Ahad (Minggu)
- Al-Itsnayn (Senin)
- Ats-Tsalaatsa' (Selasa)
- Al-Arbaa-a / Ar-Raabi' (Rabu)
- Al-Khamsah (Kamis)
- Al-Jumu'ah (Jumat)
- As-Sabt (Sabtu)
Sejarah
Penentuan kapan dimulainya tahun
1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi
Muhammad.
Namun, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman
pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.
Sistem kalender pra-Islam di Arab
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara
Bulan (komariyah) maupun
Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (
interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal
dengan nama peristiwa yang cukup penting pada tahun tersebut. Misalnya,
tahun dimana
Muhammad
lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu,
terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin
oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan
Aksum, kini termasuk wilayah
Ethiopia).
Revisi penanggalan
Pada era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan. Pada tahun ke-9 setelah
Hijrah, turun ayat 36-37 Surat
At-Taubah, yang melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.
Penentuan Tahun 1 Kalender Islam
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1
Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad
sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal
patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.
Akhirnya, pada tahun 638 M (
17 H), khalifah
Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari
Mekkah ke
Madinah.
Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh
bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal
1 Muharram Tahun
1 Hijriah bertepatan dengan tanggal
16 Juli 622,
dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad.
Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622. Dokumen
tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah
papirus di
Mesir pada tahun 22 H, PERF 558.
Tanggal-tanggal penting
Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:
Hisab dan Rukyat
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni
mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan
baru (
ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti
teleskop. Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan
hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan
posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu
untuk mengetahui kapan dan dimana hilal (bulan sabit pertama setelah
bulan baru) dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu
sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal
bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan
Ramadan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh),
Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya
Idul Fitri), serta
Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah
Haji dan Hari Raya
Idul Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat, menjadi motivasi ketertarikan umat Islam dalam
astronomi. Ini menjadi salah satu pendorong mengapa Islam menjadi salah satu pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains, lepas dari
astrologi pada
Abad Pertengahan.
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan,
adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara
langsung (
rukyatul hilal). Sebagian yang lain berpendapat bahwa
penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan
matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga
memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan
perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari
melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
Rupa-rupa
- Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah, terdapat 11 tahun kabisat
dengan jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan jumlah hari
sebanyak 354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat
hingga satu hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka
pendek, siklus ini memiliki deviasi 1-2 hari.
- Microsoft menggunakan Algoritma Kuwait
untuk mengkonversi Kalender Gregorian ke Kalender Hijriyah. Algoritma
ini diklaim berbasis analisis statistik data historis dari Kuwait, namun
dalam kenyataannya adalah salah satu variasi dari Kalender Hijriyah tabular.
- Untuk konversi secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender
Masehi (Gregorian), kalikan tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian
tambahkan dengan angka 622.
- Setiap 33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender
Hijriyah akan terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Tahun 1429 H
lalu terjadi sepenuhnya pada tahun 2008 M.
Kalender Hijriah dan Penanggalan Jawa
Sistem
Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan
Kalender Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari
India. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun
1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka),
Sultan Agung
mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender
Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar
(komariyah). Namun, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan,
dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547
Saka ke 1547 Jawa.
Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas
Bulan (
moon visibility) pada penentuan awal
bulan (
first month), Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.
Hisab dan rukyat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hisab adalah perhitungan secara
matematis dan
astronomis untuk menentukan posisi
bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada
kalender Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas
hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya
ijtimak (
konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti
teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (
maghrib),
karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya
Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka
pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender)
baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan
mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah
hari diawali sejak terbenamnya
matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal
bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas)
bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Hisab
'Hisab secara harfiah 'perhitungan
. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi)
untuk memperkirakan posisi Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi
Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam
menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan
untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan
baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan
awal Ramadhan saat muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Dalam Al-Qur'an surat
Yunus
(10) ayat 5 dikatakan bahwa Allah memang sengaja menjadikan Matahari
dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Juga
dalam Surat
Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi
benda-benda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal
peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom
muslim ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah
Al Biruni (
973-
1048 M),
Ibnu Tariq,
Al Khawarizmi,
Al Batani, dan
Habash.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (
software)
yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat
dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan
ijtimak
terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi
sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris
terjadi pada saat
matahari dan
bulan
berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak
terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.
Rukyat
Salah satu contoh hasil pengamatan kedudukan hilal
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas
hilal, yakni penampakan
bulan sabit
yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat
dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti
teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari
pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di
ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari).
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah
memasuki tanggal 1.
Namun, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara
ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara
ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan
masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya.
Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat
tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut (
arc of light) antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat.
[1]
Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih seperti
teleskop yang dilengkapi
CCD Imaging. namun tentunya perlu dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut
Kriteria Penentuan Awal Bulan Kalender Hijriyah
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah dalam agama
Islam, seperti bulan
Ramadhan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh),
Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya
Idul Fitri), serta
Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah
Haji dan Hari Raya
Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan,
adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara
langsung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan
cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis/astronomis), tanpa
harus benar-benar mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar
yang kuat.
Berikut adalah beberapa kriteria yang digunakan sebagai penentuan awal bulan pada Kalender Hijriyah, khususnya di Indonesia:
Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila
hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan
(kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada
Hadits Nabi Muhammad:
- Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena
melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30
hari".
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh
Nahdlatul Ulama
(NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan
mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Bagaimanapun, hisab tetap
digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu
masuknya awal bulan Hijriyah.
Wujudul Hilal
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah
terjadi sebelum Matahari terbenam (
ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (
moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (
altitude) Bulan saat Matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh
Muhammadiyah dan
Persis
dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk
tahun-tahun yang akan datang. Akan tetapi mulai tahun 2000 PERSIS sudah
tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan metode
Imkanur-rukyat. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau
memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul
Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus
bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar yang digunakan
adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al
An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS.
Yasin: 36-40.
Imkanur Rukyat MABIMS
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan
Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:
Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
- Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
- Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan
terlihatnya hilal. Secara praktis, Imkanur Rukyat dimaksudkan untuk
menjembatani metode rukyat dan metode hisab.Terdapat 3 kemungkinan
kondisi.
- Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat
dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan
hisab sepakat dalam kondisi ini.
- Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan besar hilal dapat
dilihat pada ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan
mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk
malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
- Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan besar hilal
tidak dapat dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal
sudah di atas cakrawala. Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika
rukyat maka awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab
sepakat dalam kondisi ini. Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat
hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga
malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan
hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang
dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan
ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.Hal ini terjadi pada
penetapan 1 Syawal 1432 H / 2011 M.
Di
Indonesia,
secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni
setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia
melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan
visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang
memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender)
baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip
Imkanur-Rukyat digunakan antara lain oleh
Persis
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria
lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.
Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat
hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah
memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum
melihatnya. Prinsip ini antara lain dipakai oleh
Hizbut Tahrir Indonesia.
[2].
Perbedaan Kriteria
Metode penentuan kriteria penentuan awal Bulan Kalender Hijriyah yang
berbeda seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang
berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa
Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Di Indonesia, perbedaan tersebut pernah terjadi beberapa kali. Pada tahun
1992 (1412 H), ada yang berhari raya Jumat (
3 April) mengikuti
Arab Saudi, yang Sabtu (
4 April) sesuai hasil rukyat NU, dan ada pula yang Minggu (
5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat. Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada tahun
1993 dan
1994.Pada
tahun 2011 juga terjadi perbedaan yang menarik. Dalam kalender resmi
Indonesia sudah tercetak bahwa awal Syawal adalah 30 Agustus 2011.
Tetapi sidang isbat memutuskan awal Syawal berubah menjadi 31 Agustus
2011. Sementara itu, Muhammadiyah tetap pada pendirian semula awal
Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Hal yang sama terjadi pada tahun
2012, dimana awal bulan Ramadhan ditetapkan Muhammadiyah tanggal 20 Juli
2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada
tanggal 21 Juli 2012. Namun, Pemerintah Indonesia mengkampanyekan bahwa
perbedaan tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada
keyakinan dan kemantapan masing-masing, serta mengedepankan toleransi
terhadap suatu perbedaan.