KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
Perkembangan
sejarah indonesia tidak terlepas dari keberadaan kerajaan-kerajaan
islam. Keberadaan kerajaan islam telah mewarnai sejarah Indonesia.
Kerajaan-kerajaan islam sangat banyak memberikan penagaruh terhadap
masyarakat Indonesia pada umumnya.
Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 M dibawa oleh pedagang Arab, India dan Persia[1].
Awal keberadaan pedagang islam di nusantara, merupakan langkah awal
dari berdirinya kerajaan Islam pertama di nusantara, samudra pasai.
Kerajaan islam yang pertama di nusantara tidak langsung berdiri begitu saja, tetapi memakan waktu yang sangat lama.
Dalam
pembahasan makalah ini, kami tidak membahas semua kerajaan yang ada di
Indonesia, tetapi hanya membahas beberapa kerajaan-kerajaan saja yang
mungkin sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia.
- Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan Islam yang
pertama. Mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini tidak diketahui
secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Prof. A. Hasymy, berdasarkan
naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi
dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat
pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9.
Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya
tidak stabil, maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami kemunduran.[2]
Dengan
kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama
Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan
Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama
Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten
Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka.
Kerajaan
Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang
laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat ditaklukannnya,
kemudian mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar
Sultan Malik Al Saleh (1285 - 1297).[3]
Kerajaan
ini pada mulanya merupakan kelompok-kelompok kecil yang tinggal di
pemukiman-pemukiman penduduk yang beragama hindu dan bhuda. Kelompok ini
tidak hanya berpusat pada perdeganagan tetapi juga bergerak dalam
mengemnagkan dan menyebarkan agama islam pada masyarakat setempat.
Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh,
sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa
pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292
yang bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan
Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar
Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya
digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326).
Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326
– 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan
terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun
Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari
Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan
pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan
patihnya bergelar Amir.
Pada
masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui
karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik
al-Tahir III kurang begitu jelas.
Sultan
Malikushalih memeiliki dua oarng putra yang bernama Malikul Dhahir dan
Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh
menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan
kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir
menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.
Dalam
kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan
Malikul Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan
mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan
banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa. Kerendahan
hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain,
sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.
Menurut
sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam.
Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka
runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas.
- Kerajaan Demak
Demak
pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama
Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah
kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah
salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja
Majapahit.[4]
Dengan
berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota
dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan
kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan
terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai
kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.
Kerajaan
Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang
dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. Bintoro
sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana
Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan
Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang
sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Di
atas reruntuhan kerajaan Majapahit, Jin Bun mendirikan Demak sebagai
negara Islam pertama di Jawa, negara Islam ketiga di Nusantara dan yang
keempat di Asia Tenggara. Setelah dikukuhkan sebagai raja Demak, Jin Bun
mengambil nama Patah, sebuah kata yang berasal dari al-fath yang
berarti kemenangan. Sebagai raja pertama Demak, Raden Patah menjadikan
kota Demak sebagai ibu kota atau pusat administrasi kerajaan, serta
menjadikan Semarang sebagai pelabuhan utama atau pusat kegiatan ekonomi.
Jin Bun alias Raden Patah berkuasa di Demak pada 1478-1518.
Di kota pelabuhan Semarang, Raden Patah mengangkat adik tirinya,
Kusen untuk menjadi penguasa utama sekaligus membangun kota tersebut
agar menjadi bandar pelabuhan yang strategis. Untuk menjalankan tugasnya
ini, Kusen meminta bantuan Gan Si Cang untuk menjadi kapten Cina di
Semarang pada 1478. Kusen bersama Gan Si Cang memanfaatkan orang-orang
Cina Semarang, yang tidak saja kuat dalam perdagangan, tapi juga
memiliki keahlian dalam bidang pertukangan, untuk memproduksi banyak
kapal. Kusen dan Gan Si Cang juga membuka kembali upaya pengergajian
kayu serta galangan kapal yang sudah lama terbengkalai sejak masa
Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang.[5]
Setelah
Raden Patah wafat, ia digantikan oleh anaknya pati unus yang terkenal
dengan Pangeran Sebrang Lor. Sebelumnya Pati Unus menjabat sebagai
adipati di jepara.
Demak dibawah Pati Unus (1518-1521 ) adalah Demak yang berwawasan nusantara.
Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang
besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan
pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.[6]
Masa
pemerintahan Pati Unus hanya seumur jagung, + hanya 3 tahun. Penerusnya
ialah sultan trenggono, seorang ulama besar dari pasai yang berhasil
lolos dari pengepungan penjajahan Portugis. Sultan trenggono pada
mulanya bernama Fatahillah, karena beliau di terima dengan baik dan
menjadi imam bagi masyarakat trengganu. Sultan trenggono juga terkenal
dengan nama Sunan Gunung Jati, karena dikuburkan di daerah gunung jati,
Jawa Tengah.
Pengangkatan
Pati Unus sebagai pengganti Raden Patah tidak banyak dipersolkan,
karena ia memang putra mahkota sulung. Masalah muncul tatkala Pati Unus
tewas pada 1521 tanpa meninggalkan keturunan. Raden Kinkin adalah anak
tertua kedua setelah Pati Unus, namun lahir dari istri ketiga. Sementara
itu, Trenggana adalah anak yang lebih muda dari Raden Kinkin, tapi ia
lahir dari istri pertama Raden Patah. Maka, terjadilah perebutan
kekuasaan antara Trenggana dengan Raden Kinkin. Dalam konteks ini,
Prawata (anak Trenggana) memainkan peran untuk mengangkat ayahnya ke
tampuk kekuasaan dengan membunuh Raden Kinkin dari Jipang.
Tatkala
Trenggana wafat pada 1546, Prawata memang naik tahta di Demak. Namun,
Arya Panangsang dari Jipang (anaknya Raden Kinkin), yang memiliki dendam
kepada Prawata atas kematian ayahnya sekaligus berambisi untuk menjadi
sultan, tidak mau tinggal diam. Tatkala tentara Demak masih bergerak di
wilayah Maluku untuk mengusir Portugis, Arya Panangsang membawa
pasukannya bergerak untuk menyerang Demak. Dalam penyerangan ini,
Prawata mati dan banyak orang-orang Tionghoa peranakan dibunuh secara
kejam oleh pasukan dari Jipang. Sungguhpun Prawata berhasil dibunuh,
Arya Panangsang tidak bisa secara mulus menjadi sultan karena mendapat
halangan dari Jaka Tingkir dari Pajang.
Ketika
Arya Panangsang berhasil membunuh Prawata, Jaka Tingkir bergerak untuk
mencegah Arya Panangsang menjadi sultan. Ia membawa tentara Pajang,
serta meminta bantuan Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Panjawi, untuk
menyerang Arya Panangsang dari Jipang. Di dalam pertempuran, Jaka
Tingkir berhasil membunuh Arya Panangsang. Selanjutnya, Jaka Tingkir
mendirikan kesultanan Pajang, sementara Ki Ageng Pamanahan dihadiahi
tanah di daerah Mataram dan Ki Ageng Panjawi mendapat daerah Pati.
Demikian,
berdirinya kesultanan Pajang untuk menggantikan kesultanan Demak telah
mengakhiri sejarah kerajaan Islam pesisir. Sebab, Pajang terletak di
pedalaman, jauh dari laut. Karenanya, peralihan ini juga menandai
peralihan orientasi ekonomi Islam Jawa, dari ekonomi perniagaan ke
pertanian. Selain itu, hal ini juga diikuti dengan peralihan paham
keislaman, dari madzhab Hanafi ke madzhab Syiah ajaran Syeikh Siti
Jenar. Inilah momen penting dalam sejarah Islam di Jawa di mana terjadi
peralihan orientasi ekonomi, politik dan keagamaan. Tentu saja, akan
sangat menarik dapat mengetahui sebab-sebab pergeseran orientasi
tersebut. Hanya saja, sebelum mengelaborasi masalah ini, ada baiknya
kita terlebih dahulu melihat peran orang-orang Tionghoa peranakan dalam
penyebaran Islam di Jawa. Tionghoa peranakan yang berjasa besar dalam
Islamisasi pulau Jawa ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan
walisongo yang berarti sembilan wali atau wali sembilan.
- Kerajaan Mataram Baru
Berbeda
dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia yang bersifat
maritim, kerajaan Mataram bersifat agraris. Kerajaan yang beribu kota di
pedalaman Jawa ini banyak mendapat pengaruh kebudayaan Jawa Hindu baik
pada lingkungan keluarga raja maupun pada golongan rakyat jelata.
Pemerintahan kerajaan ini ditandai dengan perebutan tahta dan
perselisihan antar anggota keluarga yang sering dicampuri oleh Belanda.[7]
Kebijaksanaan
politik pendahulunya sering tidak diteruskan oleh
pengganti-penggantinya. Walaupun demikian, kerajaan Mataram merupakan
pengembang kebudayaan Jawa yang berpusat di lingkungan keraton Mataram.
Kebudayaan tersebut merupakan perpaduan antara kebudayaan Indonesia
lama, Hindu-Budha, dan Islam.
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan
oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki
Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang.
Ki
Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi
kepada raja Pajang sebagai komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki
Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka Sutawijaya menggantikannya
sebagai adipati di Kota Gede tersebut.
Setelah
pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang
saudara antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri,
Bupati Demak yang merupakan keturunan dari Raden Trenggono. Akibat dari
perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang
melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo
meminta bantuan kepada Sutawijaya. Atas bantuan Sutawijaya tersebut,
maka perang saudara dapat diatasi dan karena ketidakmampuannya maka
secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya.
Dengan demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan sebagai kelanjutannya
muncullah kerajaan Mataram.[8]
Pada tahun 1588 Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati[9]. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah Sutawijaya ( 1601 ) meninggal ( ia dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak.
Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda
Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta
beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.[10]
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung
( 1613-1645 ). Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh
di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira
gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Tindakan-tindakan Sultan Agung sebagai raja Mataram!
- Menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
- Mempersatukan daerah-daerah kekuasaannya melalui ikatan perkawinan.
- Melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629.
- Memajukan ekonomi Mataram.
- Memadukan unsur-unsur budaya Hindu, Budha dan Islam.[11]
Setelah wafat (1645), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I). Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret
(1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan
gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang
Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak
ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan
besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum
(1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum.
Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC
sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus
terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti
Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708),
Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II
(1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC
sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya
Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal.
Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap
di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Sebab-sebab kehancuran dari kerajaan Mataram[12]
· Tidak adanya raja-raja yang cakap seperti Sultan Agung.
· Banyaknya daerah-daerah yang melepaskan diri.
· Adanya campur tangan VOC terhadap pemerintahan Mataram.
· Adanya politik pemecah-belah VOC melalui perjanjian Gianti 1755 dan Salatiga 1757.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah).[13]
Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah.
Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
PENUTUP
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan beberapa point tentang keberadaan kerajaan di Indonesia yang bercorak islam ;
Kerajaan islam yang pertama tumbuh dan berkembang di ialah samudra pasai.
Pada umumnya, kerajaan islam tumbuh dan berkembang sebagai media dalam mengembangkan ajaran islam.
Runtuhnya suatu kerajaan biasanya disebabkan oleh perang saudara.
Kerajaan yang ada di jawa merupakan kerajaan yang lahir dari pemberontakan.
Kerajaan islam yang pertama tumbuh di pulau jawa ialah kerajaan demak bintaro.
DAFTAR PUSTAKA
Cepot, Kopral. Samudra Pasai Negara Islam Pertama. Serbasejarah.wordpress.com.
Hasanuddin, Iqbal. 2008Kesultanan Demak dan Islamisasi Pulau Jawa ;tentang Peran Tiongha Peranakan. Jakarta ; iqbalhasanuddin.wordpress.com/2008/09/26/kesultanan-demak-dan-islamisasi-pulau-jawa-tentang-peran-tionghoa-peranakan.
Kak Riko. 2009. Kesultanan Mataram. Jakarta : Dongengkakrico.com
Kak Riko. 2009. Kesultanan Samudra Pasai. Jakarta : Dongengkakrico.com.
Soekmono. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Jogjakarta: kanisius.
Susiyanto. 2008. kesultanan demak pasca keruntuhan majapahit. susiyanto.wordpress.com/2008/04/17/kesultanan-demak-pasca-keruntuhan-majapahit/
Tim Buku Budaya. Demak, Kerajaan Islam Pertama di Tanah Jawa. Bukubudaya.Wordpress.com.
Wikipedia.2007. Kesultanan Demak. Jakarta wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak.
Wikipedia.2009. Kesultanan mataram. Jakarta : wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram.
Zauni, A. 2007.Sejarah Perkembangan Kerajan Islam. Adeut.blogspot.com/2007/06/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam.htm,
[1]
Terdapat beberapa tori yang menyatakan kedatangan islam di nusantara,
1. Teori arab, yang menyatakan bahwa islam itu datang dari arab sejak
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. 2 Teori gujarat, yang menyatakan
bahwa islam itu datang dari gujarat sewaktu para pedagan gujarat
berlayar ke nusantara pada abad ke-12 M. 3. teori persia, yang
menyatakan bahwa islam datang dari persia yang dibawa oleh kaum syiah.
[2] A. ZAUNI. Sejarah Perkembangan Kerajan Islam. (adeut.blogspot.com/2007/06/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam.htm, 2007 )
[3] Kak riko, Kesultanan Samudra Pasai, (Jakarta : Dongengkakrico.com 2009.)
[4] A. Zauni., Lok Cit.
[5]Iqbalhasanuddin. Kesultanan demak dan islamisasi pulau jawa ;tentang peran tiongha peranakan. ( Jakarta ; iqbalhasanuddin.wordpress.com/2008/09/26/kesultanan-demak-dan-islamisasi-pulau-jawa-tentang-peran-tionghoa-peranakan/, 2008.)
[7] Kak riko, Kesultanan Mataram, (Jakarta : Dongengkakrico.com 2009.)
[8] A. Zauni., loc cit.
[9] Menurut sumber lain sutawijaya berhasil memberontak terhadap kekuasaan pajang dan mendirikan kerajaan mataram. Ibid.
[11] A. Zauni., lok cit.
[12] A. Zauni., lok cit.
[13] Wikipedia. Kesultanan mataram, lok cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar