Sabtu, 17 Januari 2015

Definisi Prestasi Belajar dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhinya



A   Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.[1]
Cronbach mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result of  experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan  tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of practice”(belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya: 1). Kuantitatif ,(ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. 2). Institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari.  Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. 3) kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.[3]
Pada dasarnya belajar ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang felatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. SumadiSuryabrata menyimpulkan bahwa belajar itu membawa perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan keterampilan baru.[4]
Slameto mendefinsikan, belajar  ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[5]
Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
Belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia  seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwabelajar merupakan usaha sadar dalam perubahan tingkah laku, yang terjadi karena hasil pengalaman-pengalaman baru sehingga menambah pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang.
B.     Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru[6].
Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.[7]
Benyamin S. Bloom, prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9] 
Slamento Abdul Hadis mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu dalam memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.[10]
Menurut Muhibbin Syah (2008) prestasi belajar adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Sedangkan menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka ynag diberikan oleh guru.[11]
Jadi, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
  2. Prestasi belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
  3. Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya. 
C.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa selama proses belajarnya. Keberhasilan itu ditentukan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan.
Menurut Slamento (2003) dan Ngalim Purwanto (2002), factor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terbagi dua, yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal.
1.      Faktor Internal
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya.Faktor internal terdiri dari:
a)      Faktor  Fisiologis (Jasmani)
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. 
Keletihan fisik pada siswa berpengaruh juga dalam prestasi belajarnya. Menurut Cross dalam bukunya The Psychology of Learning, keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam faktor[12], yaitu:
a)      Keletihan indra siswa
Keletihan indera dalam hal ini, lebih mudah dihilangkan dengan cara istirahat yang cukup, tidur dengan nyenyak, dsb.
b)      Keletihan fisik siswa
Keletihan fisik siswa berkesinambungan dengan keletihan indera siswa, yakni cara menghilangkannya relative lebih mudah, salah satunya dengan cara mengkonsumsi  makanan dan minuman yang bergizi, menciptakan pola makan yang teratur, merelaksasikan otot-otot yang tegang.
c)      Keletihan mental siswa
Keletihan mental siswa ini dipandang sebagai faktor utama penyebab adanya kejenuhan dalam belajar, sehingga cara mengatasi keletihannya pun cukup sulit. Penyebab timbulnya keletihan mental ini diakibatkan karena kecemasan siswa terhadap dampak yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri, kecemasan siswa terhadap standar nilai pada pelajaran yang dianggap terlalu tinggi, kecemasan siswa ketika berada pada keadaan yang ketat dan menuntut kerja intelek yang berat, kecemasan akan konsep akademik yang optimum sedangkan siswa menilai belajarnya sendiri hanya berdasarkan ketentuan yang ia bikin sendiri (self-imposed).
b)      Faktor psikologis (intelegensi, minat, bakat, motivasi)
Setiap individu peserta didik, pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi :
1)      Intelegensi/ Kecerdasan
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal, selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Maka Slameto-punmengatakan bahwa tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.[13]
Jika siswa mengalami tingkat intelegensi yang rendah, siswa tidak dapat mencerna pelajaran  dengan baik, dia akan mendapatkan kesulitan dalam belajarnya. Adapun makna dari kesulitan belajar itu sendiri, yaitu  anak-anak ataupun remaja yang mengalami kesulitan belajar (learning disability) memiliki intelegensi normal ataupun diatas rata-rata namun mengalami kesulitan setidaknya satu mata pelajaran, biasanya beberapa bidang akademis, dan kesulitan mereka tidak dapat dijelaskan oleh masalah atau gangguan lain sesuai hasil diagnosis, seperti retardasi mental. Konsep umum dalam kesulitan belajar meliputi masalah dalam mendengarkan, konsenterasi, berbicara, dan berfikir (Raymon,2004).Berdasarkan ketentuan remaja tidak dinyatakan mengalami masalah akademis. (Frances dkk., 2005). [14]
 Dan dari kesulitan belajar inilah maka akan terjadi kejenuhan dalam belajar. Kejenuhan dapat diartikan padat atau jenuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun.Dan jenuh dapat diartikan dengan bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak membuahkan hasil (Reber, 1988).[15]
Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan yang diperoleh dan kecakapan yang di peroleh tidak ada kemajuan. Seorang siswa yang sedang mengalami kejenuhan ini sistem akalnya tidak akan bekerja dengan baik seperti sebagaimana yang diharapkan. Kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa sampai pada tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972).[16]
2)      Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenal beberapa kegiatan.Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang.Slameto mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa kasih sayang.[17]
minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri.
3)      Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto[18]bahwa  bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata attitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu. Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik.[19]merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
4)      Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.[20]
5)      Konsep Diri
konsep diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, atau pandangan orang kain terhadap dirinya baik secra fisik, sosial dan spiritual. Jenis-jenis konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu :
a)      Konsep diri Positif merupakan konsep diri yang membuat seseorang mampu menilai dirinya sendiri, mampu menerima kelebihan serta kekurangannya dan mempunyai tujuan untuk menghilangkan kekurangan yang ada dalam dirinya sehingga menjadi pribadi yang lebih baik. Konsep diri yang positif akan mempermudah kita mencapai kesuksesan.
b)      Konsep diri negatif merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang menilai bahwa dirinya itu lemah, banyak kekurangannya, bersifat pesimis. Sehingga semakin sulit orang berkonsep diri negatif ini mencapai kesuksesan.
Dengan adanya konsep diri yang positif akan menimbulkan pribadi yang penuh rasa percaya diri, optimis, berani menghadapi tantangan. Sedangkan dengan konsep negatif akan menimbulkan ketidak percaya dirian, memiliki rasa takut gagal dan pesimis.  
Bidang-bidang perkembangan pribadi dan sosial yang penting bagi anak-anak sekolah dasar adalah konsep diri dan harga diri. (Swann dkk.,2007). Kedua aspek perkembangan anak-anak ini akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman dalam keluarga, sekolah, dan dengan teman sebaya. Konsep diri meliputi cara kita memahami kekuatan, kelemahan, kemampuan, sikap dan nilai. Perkembangannya dimulai sejak lahir dan terus-menerus dibentuk oleh pengalaman. Harga diri merujuk pada proses kita mengevaluasi kemampuan dan keterampilan yang kita miliki. [21]
2.      Faktor Eksternal[22]
Faktor-faktor  yang berasal dari luar diri seseorang. Hal ini dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Faktor eksternal terdiri dari:
a)      Faktor keluarga, Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi siswa. Dari lingkungan keluarga inilah yang pertama kali anak dikenalkan dan menerima pendidikan dan pengajaran terutama dari ayah dan ibunya. Pengaruh keluarga bagi siswa adalah berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang  kebudayaan. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan sekolah memiliki pengaruh terhadap prestasi akademik siswa. Dengan adanya perhatian dari orang tua terhadap pendidikan akan membuat anak termotivasi untuk belajar.
Pola asuh orang tua sangat memengaruhi prestasi anak dalam belajar disekolahnya.Pada umumnya orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tetapi seringkali orang tua keliru dalam mengasuh anak-anaknya. Manurut Diana Bamruid (1991), ada empat gaya pengasuhan orang tua, yaitu :
o   Pengasuhan orang tua otoritarian (authoritarian parenting)
Merupakan gaya yang bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua berusaha keras agar remaja mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati pekerjaan dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh orang tua. Orang tua otoritarian merupakan orang tua yang memberikan batasan-batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan kurang komunikasi secara verbal.Gaya ini berkaitan dengan remaja yang tidak  berkompeten secara sosial.
o   Pengasuhan orang tua otoritatif (authoritative parenting)
Merupakan gaya yang mendorong anak untuk bersikap mandiri namun masih membatasi dan mengendalikan aksi-aksi mereka. Orang tua otoritatif adalah gaya yang memberikan kesempatan mereka untuk berdialog secara verbal. Selain itu orang tua juga bersikap hangat dan mengasuh.gaya ini berkaitan dengan anak yang remaja secara social.
o   Pengasuhan orang tua yang acuh tak acuh (neglectful parenting)
Sebuah gaya dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan remaja. Gaya ini berkaitan dengan ketidak kompetenan remaja secara sosial, khususnya kurangnya pengendalian diri.
o   Pengasuhan orang tua yang permisif (indulgent parenting)
Suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupannya, namun hanya memberikan sedikit tuntunan atau kembali terhadap mereka. Gaya ini berkaitan dengan ketidak kompetenan remaja, khususnya pengendalian diri.[23]
b)      Faktor lingkungan sekolah, mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar karena hampir sepertiga dari kehidupan siswa sehari-hari berada disekolah. Faktor yang dapat menunjang keberhasilan adalah metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, sarana dan prasarana pembelajaran, kedisiplinan waktu yang diterapkan.
c)      Faktor masyarakat, Faktor lingkungan masyarakat disebut juga sebagai faktor lingkungan sekitar siswa dimana ia tinggal, Faktor lingkungan masyarakat ini juga memberikan pengaruh terhadap keberhasilan siswa. Diantaranya yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Namun, Muhibbin Syah (2013) berpendapat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar.
1.      Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor ini meliputi 2 aspek, yaitu:
a)      Faktor Fisiologis (jasmani) yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh
Kondisi umum jasmani atau tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, yang memperngaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Jika seorang siswa kondisi fisiknya kurang sehat, maka akan menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga menyebabkan kesulitan menerima materi dengan baik.
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihatan sangat memengaruhi siswa dalam  menyerap materi atau informasi yang baru, terutama ketika proses belajar mengajar berlangsung.
b)      Faktor Psikologis
Merupakan suatu aspek yang dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa.Adapun faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang lebih esensial, yaitu meliputi tingkat inteligensi/kecerdasan, minat, bakat, dan motivasi.
                                                         
2.      Faktor Eksternal
Faktor yang berasal dari luar individu, yang terdiri atas dua macam, yaitu:
a)      Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, lingkungan sosial masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa tersebut. Dan lingkungan sosial yang paling banyak memengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga itu sendiri. Seperti sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, dan  ketegangan keluarga semuanya dapat member dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b)      Lingkungan Nonsosial
Faktor yang meliputi lingkungan nonsosial adalah sarana dan prasarana yang ada di sekolah, seperti gedenga sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan keadaan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dianggap dapat memengaruhi keberhasilan belajar siswa.
3.      Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning)
yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan  pembelajaran  materi-materi pelajaran. Adapun ragam pendekatan belajar yang dipandang respentatif (mewakili) pendekatan klasik dan modern, adalah sebagai berikut :
a)      Pendekatan Hukum Jost
Menurut Reber (1988), salah satu asumsi paling pentingyang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori-memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ditekuni. Berdasarkan asumsi Hukum Jost, maka belajar dengan kiat 5 x 3 lebih baik daripada 3 x 5, walaupun hasil perkalian keduanya sama. Maksudnya,  mempelajari sebuah materi atau bidang studi, dengan alokasi waktu 3 jam per hari selama 5 hari dipandang lebih efektif daripada mempelajari 5 jam per hari selama 3 hari. Pendekatan belajar dengan cara dicicil dipandang lebih efektif, terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan atau pembiasaan seperti keterampilan berbahasa Inggris.
b)      Pendekatan Ballard & Clanchy
Menurut Ballard & Clanchy (1990), pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu :
1)      Sikap melestarikan materi yang sudah ada (conserving)
Siswa pada kategori ini, biasanya menggunakan pendekatan “reproduktif” (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi yang sudah ada).
2)      Sikap memperluas materi (extending)
Siswa pada kategori ini, biasanya mengunakan pendekatan belajar “analitis” (berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi).Dan cukup banyak yang menggunakan pendekatan yang lebih ideal yaitu “spekulatif” (berdasarkan pemikiran mendalam) yang bertujuan menyerap pengetahuan dan mengembangkannya.
c)      Pendekatan Biggs
Menurut penelitian Biggs (1991), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan menjadi tiga prototype (bentuk dasar), yaitu:
1)      Pendekatan surface (pemukaan/bersifat lahiriah)
Siswa yang menggunakan pendekatan ini, biasanya karena motif eksternal, yakni munculnya keinginan belajar karena dorongan dari luar, antara lain karena takut dia tidak lulus yang menyebabkan dia malu. Maka gaya belajar siswa ini pun santai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
2)      Pendekatan deep (mendalam)
Siswa yang menggunakan pendekatan ini, kebalikan dari siswa yang menggunakan pendekatan surface.Siswa ini mempunyai motif internal yang kuat, lantaran karena dia memang tertarik dan merasa membutuhkan. Maka gaya belajar siswa ini serius dan berusaha memahami materi secara mendalam, dan memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai bagus itu penting, tetapi lebih penting memiliki pengetahuan yang banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.
3)      Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
Siswa yang mengunakan pendekatan ini, biasanya dilandasi oleh motif ekstrensik yang berciri khusus yaitu “ego-enchancement” yaitu ambisi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa-siswa yang mengunakan pendekatan lainnya.Siswa ini, memiliki keterampilan belajar (study skills) yakni dia sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam memperoleh nilai tertinggi adalah penting, sehinga ia sangat disiplin, sistematis serta berencana maju ke depan (plans ahead).
John Biggs menyimpulkan bahwa prototipe-prototipe pendekatan belajar tersebut pada umunya digunakan pada siswa berdasarkan motifnya, bukan karena sikapnya terhadap pengetahuan.Namun, sepertinya ada keterkaitan antara motif siswa dengan sikapnya terhadap pengetahuan.[24]

REFERENSI
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Narbuko, kholid.Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.2005
Ormrod, Jeanne E. Psikologi Pendidikan. Edisi keenam. Jakarta:Erlangga.2008
Purwanto, ngalim.Psikologi Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.2002
Riduwan. Metode Riset. Jakarta: Bhineka Cipta. 2004
Salam, syamsir & Jaenal Aripin.Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:UIN Jakarta Press.____
Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Semiawan, conny.Penerapan Pembelajaran pada Anak. Jakarta: Indeks. 2008      
Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2007
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Cet.ke-18. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional,1994
Winkel, W.S. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia, 2007
Wiriatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Andi-mustan.blogspot.com/2010/ Faktor-penyebab-anak-malas-belajar.html
Contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/pengertian-belajar-dan-prestasi-belajar.html
                


[1]DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2]Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
[3] Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
[4] Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo Persada
[5]Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[6]DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895 
[7]Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta : Gramedia, 2007
[8]Winkel,W.S.Op.cit hal.26
[9] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
[10]Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[11] Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12] Syah,muhibbin. Syah, Muhibbin. Psikologi Penidikan.  Cet.ke-18. Hal. 171. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013  
[13] Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.56. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[14]Santrock, John W.Remaja (andolescence). Hal.130  Jakarta: Gelora Aksara Pratama.2007
[15] Syah, Muhibbin. Psikologi Penidikan.  Cet.ke-18. Hal. 169. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013  
[16] Syah,muhibbin. Op.Cit, hal.170
[17] Slamento. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.57. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[18]Purwanto, ngalim.Psikologi Pendidikan. Hal.28. Bandung:Remaja Rosdakarya.2002
[19] Sadirman.Interaksi danBelajar Mengajar. Hal.20. Jakarta:Raja Grafindo Persada.2011
[20] Sadirman.Op.Cit.hal.21
[21]Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan (Educational Psychology).Edisi kesembilan. Hal.102 Jakarta:Indeks. 2011
[22] Purwanto, ngalim.Psikologi Pendidikan. Hal.32. Bandung:Remaja Rosdakarya.2002
[23] Santrock, John W.Remaja (andolescence). Hal.15  Jakarta: Gelora Aksara Pratama.2007
[24] Syah, Muhibbin. Psikologi Penidikan.  Cet.ke-18. Hal. 130. Bandung: Remaja Rosdakarya,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar